Hubungan Kerja adalah relasi antara pengusaha dengan pekerja/buruh/ awak kapal berdasarkan Perjanjian Kerja/ Perjanjian Kerja Laut yang mempunyai unsur “pekerjaan, upah, dan perintah”. Ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dikatakan sah kalau kedua pihak pengusaha dengan pekerja/buruh/awak kapal sama sama setuju/sepakat/meyepakati perjanjian bersama. Namun jika terjadi perselisihan atau salah satu pihak tidak setuju/menolak, pekerja/buruh/awak kapal bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industria (PHI).
Selama belum ada kesepakatan dari kedua belah pihak yg dituangkan dalam perjanjian bersama atau belum ada keputusan inkrah dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika terrjadi perselisihan maka PHK dikatakan “Tidak Sah” seperti yg diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang kini telah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, dan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dan perusahaan tetap harus menjalankan kewajibannya kepada pekerja, mulai dari membayarkan upah, jaminan sosial, kesehatan, hingga tunjangan hari raya (THR).
Hal-hal penting seperti inilah yang sering kali kita remehkan, padahal bisa menjadi besar dampaknya, karena kurangnya pemahaman kita tentang Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) sering dimanfaatkan oleh pengusaha dengan melakukan hal-hal yang menyimpang dari ketentuan norma ketenagakerjaan dengan mengambil jalan pintas menjatuhkan PHK sepihak kepada pekerja/buruh/Awak Kapal. Karena kurangnya pemahaman ketika tiba-tiba memerima surat PHK dari perusahaan kita menerimanya begitu saja tanpa menanyakan terlebih dahulu alasan, hak-hak serta besaran pesangon yang seharusnya kita dapatkan.
Jangan tunggu masalah menjerat dan hak-hakmu disikat, baru sadar perlu dan pentingnya berserikat.
Selamat Beraktifitas kawan
QLD. February 23 2023
[Solidarity Action Strength]